MUARA ENIM – Martono (32) tidak menyangka meja kursi yang di buatnya dari batang kayu yang dibelah bisa diminati para pejabat di lingkungan BUMN di Tanjung Enim, hingga pejabat pemerintah Kabupaten Muara Enim. Bahkan saat diwawancara Rabu (4/2/2020), Martono dibantu 4 teman nya itu tengah mengerjakan pesanan Camat Lawang Kidul dan bupati Muara Enim.
Sebelum menggeluti usaha mebel ini, Martono adalah seorang pengangguran dengan hidup berpindah-pindah bersama komunitas Punk di Tanjung Enim. Namun siapa sangka, kehidupan dijalan bersama anak-anak Punk tersebut justru membawanya dikenal oleh seorang pegawai PTBA yang membidangi Bina Lingkungan satuan kerja CSR.
“Meja ini pesanan pak Camat Lawang Kidul, dan juga pesanan pak bupati. Sebelumnya kami menyelesaikan pesanan pak GM dan pejabat PTBA,”ungkap Tono.
Tono mengaku, usaha yang tengah digelutinya bisa maju dan berkembang setelah menjadi binaan CSR Bukit Asam. Sebab dengan menjadi binaan CSR PTBA, ia di bantu dalam hal pemasaran.
Efeknya, usaha yang digelutinya selama setahun ini, bisa menjual sekitar 10 unit Meja berikut kursinya selama satu bulan.
Ditanya soal harga, Tono begitu sapaan akrabnya mengaku, untuk satu set meja dan kursi kayu karyanya dibandrol sekitar Rp.5 -7 juta rupiah.
Terkait masa lalunya yang pernah menjadi anak Punk, Martono pun mengajak dan menyemangati agar para anak Punk yang masih dijalanan untuk bisa bangkit dan berkarya.
Bahkan ia menawarkan bagi anak Punk yang ingin bergabung dengan nya sama-sama berkarya menjalankan usaha.
“Saya mengajak teman-teman yang masih hidup dijalan, untuk ikut bergabung menjalankan usaha ini. Saya dulu pernah susah seperti mereka, dan ingin menolong teman-teman yang punya kemauan untuk berkarya dan mau bergabung,”seru Tono.
Sementara itu, Manager Bina Lingkungan, Hendri Mulyono, melalui Asisten Manager Hartoyo menuturkan, salah satu peran perusahaan ada ditengah-tengah masyarakat sekitar, adalah dengan program pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kemampuan maupun bakatnya.
“Kebetulan mas Tono ini mempunyai keahlian membuat mebeler, seperti meja kursi dari bahan kayu. Awalnya manager saya melihat kegiatan mas Tono dijalan, lalu selanjutnya mengajak anak-anak Punk untuk mengikuti program CSR. Lalu kami memberikan wadah melalui SIBA Pertukangan,”kata Hartoyo.
Dikatakan Hartoyo lebih lanjut, peran CSR selama ini masih dalam pembinaan manajemen usaha, pendampingan produksi, dan membantu pemasaran. Kedepan, pihaknya masih melihat perkembangan usaha tersebut sebelum memberikan bantuan sarana dan prasarana produksi.
“Kami ingin mas Tono ini bisa memotivasi anak-anak Punk lainnya, untuk memulai kehidupan yang baru, dan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka. Sebenarnya anak-anak ini (Anak Punk) dengan latar belakang yang jelas, akan tetapi karena pergaulan, maupun masalah sosial, sehingga mereka memilih hidup bebas,”kata Hartoyo.